Pencemaran Sungai Akibat Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Provinsi Jambi


Penambangan Emas Tanpa Izin atau yang disingkat PETI merupakan permasalahan komplit yang dirasakan oleh masyarakat duni pada umumnya. 

Tidak terkecuali di Indonesia, PETI menjadi perhatian penting masyarakat dan pemerintah dikarenakan sulit diberantas. PETI dapat dilihat dari berbagai aspek disiplin ilmu. 

Pada aspek pemerintahan, PETI merupakan isu yang selalu diangkat terkait kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. 

Pada aspek budaya, PETI merupakan permasalahan yang memunculkan sikap acuh terhadap peninggalan kebudayaan. 

Pada aspek ekonomi, PETI menjadi permasalahan ketika banyaknya eksploitasi lahan yang merugikan masyarakat sekitar. Permasalahan ini ditemui masyarakat dari generasi ke generasi.

Salah satu problematika yang sangat penting akibat PETI adalah problema kesehatan lingkungan yang sulit untuk diselesaikan. 

Nilai ekonomi yang menggiurkan membuat masyarakat mengabaikan tanggungjawab keberlanjutan dan ekosistem alam. 

Indicators of Sustainability action yang dirumuskan oleh The Green Dandelion University of Rochester menyebutkan bahwa salah satu indicator keberlanjutan keberadaan manusia di masa depan adalah isu ekologi. 

Indikator ini sangat penting karena merupakan tolokukur validitas kebijakan yang diambil dan identifikasi upaya kesadaran eksistensi kehidupan manusia di masa depan.

PETI diindonesia biasanya terjadi pada Daerah Aliran Sungai (DAS). Salah satu daerah aliran sungai yang paling banyak di pulau sumatera adalah Provinsi Jambi. Sungai Batanghari merupakan sungai dengan aliran sungai terpanjang kedua di Indonesia yaitu sepanjang mencakup luas areal tangkapan (catchment area) ± 4.9 juta Ha. Sekitar 76 % DAS Batang Hari berada pada provinsi Jambi.

Adanya aktivitas pertambangan dan kegiatan pengusahaan (eksploitasi) hutan yang dilakukan secara mekanis sepanjang aliran sungai, telah berdampak terhadap berubahnya alur sungai, erosi di tepian sungai, pendangkalan atau sedimentasi yang tinggi di sepanjang aliran DAS Batang Hari terutama sebelah hilir. 

Perubahan alur dan arah arus Batang Hari ini mengakibatkan air sungai dengan cepat naik pada saat musim hujan datang, sebaliknya cepat surut saat musim kemarau. 

Hal ini juga diperburuk dengan meningkatnya populasi penduduk terutama pada daerah transmigrasi sedikit banyaknya akan membebani wilah DAS Batang Hari itu sendiri.

- Permasalahan

Apa saja bentuk pencemaran sungai?

Bagaimana akibat yang ditimbulkan oleh PETI di Prov. Jambi?

bagaimana peran pemerintah dalam mengatasi pencemaran sungai oleh PETI di Provinsi Jambi?

- Tujuan

  • untuk memenuhi tugas Matakuliah Kesehatan Lingkungan.
  • mengetahui permasalahan kesehatan lingkungan di Provinsi Jambi.
  • mengetahui pencemaran sungai akibat PETI di Provinsi Jambi


- Pembahasan

1. Pencemaran Sungai dan Permasalahan Lingkungan

Problematika yang muncul akibat PETI salah satunya dikarenakan zat-zat kimia yang digunakan dalam penambangan. Penambangan ini mengabaikan analisis dampak lingkungan (AMDAL) yang menjadi acuan PBB dan Negara. 

Hal ini terbukti melalui fakta bahwa PETI menempati posisi sebagai penyumbang utama emisi merkuri, yaitu sebanyak 57%. Limbah merkuri yang digunakan PETI sangat mengkhawatirkan. 

Sebab zat kimia berbahaya tersebut akan mencemari sumber air dan berujung pada pencemaran lainnya seperti pencemaran udara, 20%. Pencemaran air, dan sisanya pencemaran tanah. 

Data empiris juga menunjukkan bahwa PETI tersebar merata hampir di seluruh wilayah di Indonesia, membentang mulai dari Provinsi Aceh, menyebar ke Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, hingga Papua. 

Lebih memprihatinkan lagi, aktivitas PETI tidak mengantongi izin usaha pertambangan resmi yang dikeluarkan pemerintah. Jika faktanya seperti itu, dapat dipastikan aktivitas usaha tersebut illegal karena tanpa dilengkapi dokumen administrasi pelaku usaha, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). 

Aktivitas PETI umumnya berskala kecil, hanya terdapat satu line mesin pengolah sederhana yang dioperasikan 4-5 orang pekerja. Namun, PETI tidak bisa disepelekan. Sebab, penambang liar seringkali bekerja secara berkelompok dan sporadis sehingga bisa mencapai skala yang masif di dalam suatu kawasan, hingga ratusan orang. 

Ditambah lagi, kegiatan PETI umumnya berlangsung tanpa prosedur baku, baik kesehatan dan keselamatan kerja (K3) maupun kelestarian lingkungan. 

Praktik PETI berpotensi besar menyebabkan terjadinya bencana tanah longsor, erosi, serta pencemaran lingkungan, baik sungai maupun tanah akibat penggunaan logam berat merkuri. Bahkan, dalam beberapa bulan terakhir terjadi sejumlah kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa, di antaranya di Kabupaten Merangin, Jambi terdapat 12 orang penambang tewas. 

Kejadian seperti ini harus segera dihentikan untuk mencegah lebih banyak korban. Sudah menjadi rahasia umum bahwa aktivitas PETI hampir pasti menggunakan merkuri dalam proses penambangan emas. Merkuri adalah jenis logam berat berbahaya, baik bagi lingkungan ekologi dan kesehatan manusia. Merkuri adalah pembunuh senyap. 

Penggunaan merkuri pada aktivitas PETI dapat memicu terjadinya kelainan fungsi saraf pada tubuh manusia. Hal ini sesuai data empiris tragedi Minamata di Jepang tahun 1958. 

Terlepas dari kontroversinya itu, tragedi Teluk Buyat (Sulawesi Utara) yang naik ke permukaan pada tahun 2004, seharusnya menjadi momentum berharga bagi perbaikan pengawasan terhadap izin pemanfaatan dan peredaran merkuri di Indonesia. 

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Sumbawa Barat, hasil uji laboratorium pada tahun 2013 untuk mengkaji seberapa besar dampak kerusakan lingkungan yang dihasilkan aktivitas PETI sungguh mencengangkan. 

Danau Lebo’ yang sangat dekat dengan lokasi PETI tercemar merkuri 0,466 mg/l, di atas nilai baku mutu yang distandarkan, yaitu 0,001 mg/l. 

2. PETI dan Pencemaran Lingkungan di Provinsi Jambi

Dari beberapa isu lingkungan yang cukup menonjol di Provinsi terdapat 3 (tiga) isu pokok yang perlu mendapat perhatian serius, yakni: 

(1) pembalakan liar (illegal logging), 

(2) pertambangan tanpa izin (PETI), dan

(3) kerusakan hutan mangrove di pantai timur. 

Isu pokok ini selanjutnya dijabarkan lebih lanjut dengan menggunakan pendekatan tekanan-status-tindakan (pressure-state-respon / P-S-R). 

DAS Batanghari dengan sungai induknya yaitu Sungai Batanghari, yang terbagi menjadi 5 (lima) sub DAS. 

- Daerah Aliran Sungai Batanghari Jambi

Sub DAS Batang Merangin dengan sungai utamanya Sungai Batang Merangin, sub DAS Batang Jujuhan dengan sungai utamanya Sungai Batang Jujuhan, sub DAS Batang Tebo dengan sungai utamanya Sungai Batang Tebo, sub DAS Batang Tabir dengan sungai utamanya Sungai Batang Tabir, sub DAS Batang Bungo dengan sungai utamanya Sungai Batang Bungo;

DAS Tungkal-Mendahara dengan sungai utamanya Sungai Tungkal dan Sungai Mendahara; 

DAS Air Hitam dengan sungai utamanya Sungai Air Hitam dan Sungai Benuh; 

DAS Air Dikit dengan Sungai utamanya Sungai Batang Merao; 

dan DAS Bayung Lincir dengan sungai utamanya Sungai Bayung Lincir

Sejak tahun 2000, penambangan emas di Provinsi Jambi marak dilakukan oleh masyarakat. Data Polda Jambi mencatat bahwa pada tahun 2011 jumlah mesin tambang emas yang terdeteksi beroperasi sebanyak 760 unit. Kemudian, pada tahun 2012 meningkat menjadi 1.250 unit. 


Suasana PETI dan Penggunaan alat berat

Dampak dari kegiatan penambangan ini, sekitar 1,1 juta hektar dari 5,2 juta hektar luas Daerah Aliran Sungai (DAS) mengalami situasi yang mengkhawatirkan, atau bisa dimasukkan dalam kategori fase krisis. 

Kondisi ini ditandai banyaknya wilayah DAS tercemar, abrasi pada dinding sungai, dan rusaknya ekosistem biota sungai. Sedangkan areal pertanian yang telah di rambah untuk dijadikan lahan aktivitas pertambangan emas seluas 2.071,5 hektar. 

Tingginya aktivitas pertambangan yang ada di Provinsi Jambi sangat berpotensi memberikan dampak terhadap kerusakan lingkungan serta terganggunya aktifitas sosial dan ekonomi. 

Dari atas pesawat kita bisa saksikan kehancuran lingkungan hidup di sekitar aliran sungai yang porak poranda dengan airnya yang telah berubah warna menjadi kecoklatan.

Selain dampak lingkungan masih terdapat potesi dampak sosial dari adanya penambangan rakyat yaitu terjadinya penurunan kesehatan masyarat dan hilangnya matapencaharian sebagian penduduk di wilayah tersebut. 

Aliran sungai yang merupakan aliran utama untuk mandi cuci dan minum telah tercemar yang tidak baik bagi kesehatan. Selain hal itu, ekosistem ikan yang ada di sungai telah menurun. 

Penambangan yang dilakukan juga menggunakan bahan kimia yang bisa menyebabkan ekosistem mengandung mercury yang tidak baik untuk kesehatan masyarakat sekitar. 

Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi (2019) mencatat Kabupaten Sarolangun merupakan daerah dengan bukaan terluas yang mencapai 14.126 hektare dan disusul oleh Kabupaten Merangin dengan luas 12.349 hektare. 

Dari hitungan luasan tersebut, dipekirakan kerugian negara yang diakibatkan oleh aktivitas tambang emas ilegal pada tahun ini mencapai Rp 2,5 triliun. 

Selain permasalahan sampah, pencemaran daerah aliran sungai Batanghari juga menjadi fokus pemerintah.

DAS Batanghari rusak karena PETI yang menikmati bagian hilir dan tengah, sedangkan dampak kerusakan ada di hulu. 

Akibat kegiatan PETI ilegal di hilir sungai, mengakibatkan pencemaran mercury di sekitar DAS Batanghari.  Ini sudah menjadi isu Nasional. 

Gubernur Jambi menjadi salah satu dari 8 gubernur yang diundang kementerian lingkungan hidup untuk membahas pencemaran DAS ini.


Pertemuan Batang Merangin dan Batang Masumai

Dua sungai di Merangin yakni Batang Masumai dan Batang Tabir secara kasat mata air sudah keruh. Dua sungai itu yang paling parah. Sungai tersebut Batang Masumai yang kepekatan keruhnya lebih parah. Namun secara ilmiah, pihaknya belum bisa menyimpulkan apakah air sungai tersebut telah tercemar limbah merkuri. 

Kalau untuk mengetahui kandungan merkurinya itu harus kita uji terlebih dahulu, saat ini kita sedang mempersiapkannya. kondisi kedua air sungai yang keruh tersebut merusak ekosistem, dimana proses fotosintesis tidak terjadi sehingga menyebabkan tidak tersedianya makanan dan menganggu perkembangbiakan ikan di sungai. 

Kita lihat sekarang ikan sudah susah didapat, itu mungkin karena ikannya telah pindah. Dan dengan keruhnya air membuat ikan sulit berkembang.

Dinkes menyarankan kepada masyarakat agar tidak mengkonsumsi secara langsung kedua air sungai tersebut. Jika ingin konsumsi harus dilakukan pengendalian terlebih dahulu, seperti yang dilakukan PDAM.

3. Upaya Pemerintah mengatasi PETI

Untuk mencegah timbulnya dampak merugikan, pemerintah telah melakukan berbagai upaya dan strategi untuk menertibkan tambang ilegal, seperti:

Pengaturan dan Perbaikan Data Pertambangan Tanpa Izin

Bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemerintah melakukan pengaturan dan perbaikan data pertambangan tanpa izin (Peti) yang berada di area kehutanan. 

Pengaturan dan perbaikan data ini penting dilakukan karena dengan adanya data yang valid, maka proses pengawasan dan penertiban dapat dilakukan dengan lancar.

- Pengecekan atau Inspeksi Dadakan

Pemerintah bersama KLHK, Kemenko Maritim, dan pemerintah daerah berkomitmen untuk menggalakkan pengecekan atau inspeksi dadakan (sidak) ke tempat-tempat yang diduga sebagai tempat pengiriman bahan dari tambang-tambang tak berizin. Tujuannya, agar pergerakan barang ilegal bisa ditekan.


- Penertiban oleh Aparat Hukum

Dalam hal ini, pemerintah menugaskan kepolisian khususnya Kepolisian Daerah (Polda) bersama dengan TNI melakukan upaya penegakan hukum untuk menertibkan dan memberantas tambang ilegal secara langsung.

-Pemberian Sanksi

Pemerintah menegakkan pemberian sanksi hukum seperti kurungan penjara maksimal sepuluh tahun dan denda maksimal sepuluh miliar rupiah (sesuai UU Pertambangan Minerba).

-Penyuluhan dan Sosialisasi Dampak Tambang Ilegal

Secara berkala, pemerintah melakukan penyuluhan dan sosialisasi dampak tambang ilegal. Sebab, banyak oknum pelaku kegiatan tambang ilegal tidak memahami akan bahaya yang bisa muncul dari kegiatan tersebut. 

Untuk itulah, perlu diadakan penyuluhan atau sosialisasi terutama mengenai dampak aktivitas Peti bagi lingkungan sekitar. 

-Menyediakan Lapangan Kerja

Pemerintah telah berupaya menyediakan lapangan pekejaan lain bagi masyarakat agar tidak melakukan kegiatan penambangan ilegal dengan memberi fasilitas pelatihan kerja melalui Pemerintah Daerah.

Aktivitas tambang ilegal menjadi salah satu dari sekian banyak pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan pemerintah. 

Penyelesaiannya memang tidak mudah dan harus bertahap, namun apabila tidak segera diatasi, dampak lingkungan dan kerugian bagi negara akan semakin bertambah.


Kesimpulan dan Saran

PETI merupakan kegiatan pertambangan tanpa izin yang dilakukan oleh sebagian Masyarakat maupun oknum lainnya.Namun pada saat ini kegiatan tersebut telah banyak menimbulkan dampak negatif pada lingkungan disekitar tambang tersebut seperti pencemaran air.

hal ini tejadi akibat adanya penggunaan senyawa merkuri untuk memisahkan biji emas dengan logam lainnya.Apabila hal ini tidak ditindak lanjuti oleh pemerintah maka masyarakat yang berada di sekitar tambang tersebut akan mengalani berbagai macam penyakit salah satunya penyakit Minamata.

Maka, sudah saatnya masyarakat benar-benar memiliki kesadaran yang tinggi bahwa dampak PETI sudah harus berhenti agar racun-racun yang ditebar bisa dikurangi. Racun yang siap membunuh siapa saja. Tidak hanya kita, tapi juga beberapa generasi kedepan. 

Diharapkan kepada pemerintah agar dapat memberikan suatu tidakan tegas terhadap PETI sesuai peraturan yang berlaku. Diharapkan kepada LSM dan lembaga pemerintahan lainnya yang terkait bidang kegiatan yang berbasis lingkungan maupun kesehatan agar dapat mensosialisasi bagaiman cara melakukan pertambangan yang sesuai peraturan yang berlaku dan tidak mencemari lingkungan.

Ada sejumlah opsi terkait penertiban PETI dan penggunaan merkuri di kawasan PETI. Pertama, memutus mata rantai aktivitas PETI dengan cara memperketat izin peredaran dan larangan pemakaian merkuri tanpa izin usaha pertambangan. Kedua, memfasilitasi tambang rakyat ke dalam satu kawasan pertambangan rakyat (KPR) di lokasi yang telah ditentukan. 

Kawasan KPR mungkin bisa memberikan insentif bagi pelaku PETI untuk beralih ke izin usaha pertambangan di lookasi KPR. Selain mempermudah pengawasan aspek K3 dan Amdal, hal itu dapat membantu merealisasikan potensi pendapatan asli daerah (PAD) di lokasi KPR. 

Apa pun kebijakan yang diambil akan semakin efektif jika disertai penegakan hukum (law enforcement) yang konsisten. Kemiskinan Struktural Sampai saat ini, angka kecelakaan kerja yang menelan korban jiwa di lokasi PETI tergolong tinggi. Fakta ini sebenarnya tidak mengherankan karena praktik PETI tidak sesuai standard operating procedure (SOP) pada K3.


Daftar Pustaka

Saputra, fian mulyana, daerah aliran sungai batanghari, fakultas mipa, universitas indonesia, 2016.

Nuzul, Yayang Aulia, Dampak pertambangan emas illegal di aliran sungai batanghari kabupaten dharmasraya sumatera barat, ilmu pemerintahan fakultas ilmu sosial politik, 23 may 2018.

Sumantri, Laelasari, Junita, & Nasrudin, Logam Merkuri pada Pekerja Penambangan Emas Tanpa Izin, Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 8, No. 8, Mei 2014, hal. 400.

Pemerintah provinsi jambi, bapedalda provinsi jambi, Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005, diterbitkan pada maret 2006.

https://blogs.rochester.edu/thegreendandelion/2014/04/indicators-of-sustainability-action/ diakses pada 23 okt 2020 pukul 7:20

https://mediaindonesia.com/read/detail/250893-pesk-masih-jadi-penyumbang-emisi-merkuri-terbesar.html diakses pada 23 okt 2020 pukul 07:39

https://nasional.tempo.co/read/815020/tambang-emas-di-jambi-longsor-11-korban-masih-tertimbun diakses pada 26 okt 2020 pukul 22:19 (irman tambunan. 2012, penertiban emas ilegal terkendali. kompas. edisi 3).

https://warsi.or.id/kerusakan-ekosistem-jambi-rugi-lebih-rp-17-t/ diakses pada 26 Okt 2020 pukul 22:29

Wawancara dengan sutoto (kepala UPTD) Laboratorium Lingkungan Kab. Merangin, Jambi.



Penulis : dr. Silvia Handayani (Pengasuh Rubrik Kesehatan Jambinews.id)