“Semua orang suka membaca buku tentang kesuksesan, tapi tidak dengan membaca buku tentang kegagalan. Padahal sukses itu hanya secuil dari segunung kegagalan. Thomas Alva Edison, telah mengalami 999 kali kegagalan, dan baru pada percobaan ke-1000 ia berhasil menciptakan bola lampu yang kini sangat menerangi dunia. Coba saja ia menyerah pada percobaan ke-990, pasti sekarang kita semua masih gelap gulita. Kalau dia menceritakan tentang kegagalannya, pasti tidak cukup satu hari. Tetapi ketika ia menceritakan keberhasilannya, cukup 15 menit.” (Sabtu, 21 Juni 2025, Ruang Kelas Angkatan 28)
Pernyataan tersebut bukan hanya relevan untuk dunia teknologi dan proyek-proyek besar, tetapi juga menyentuh realitas kehidupan pribadi kita. Betapa banyak orang yang gagal dalam meraih cita-cita, gagal dalam hubungan, gagal dalam mengembangkan bisnis, atau gagal menaklukkan kebiasaan buruk namun justru dari kegagalan-kegagalan itulah muncul pembelajaran berharga yang membentuk karakter, mental, dan arah hidup seseorang.
Angela Duckworth, penulis buku Grit, menekankan bahwa bakat bukan penentu utama kesuksesan, melainkan kegigihan dan ketangguhan menghadapi kegagalan. Seseorang bisa gagal dalam ujian, gagal dalam pekerjaan, atau bahkan gagal dalam membuat keputusan hidup namun jika ia mampu belajar dari proses itu, ia justru sedang membangun fondasi yang kokoh menuju masa depan.
Begitu pula Carol Dweck, dalam teorinya tentang growth mindset, menunjukkan bahwa mereka yang percaya bahwa kemampuan dapat berkembang melalui usaha dan pengalaman cenderung lebih sukses. Mereka tidak takut gagal, karena bagi mereka kegagalan hanyalah bagian dari proses belajar. Sebaliknya, mereka yang menghindari kegagalan cenderung berhenti berkembang.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali terlalu cepat menyerah karena kegagalan pertama atau kedua. Kita lupa bahwa sukses sejati sering datang setelah puluhan, bahkan ratusan kali jatuh bangun. Seorang pelajar yang gagal ujian bukan berarti bodoh. Seorang pebisnis yang bangkrut bukan berarti tidak layak. Seorang pribadi yang kecewa dalam hubungan bukan berarti tak pantas bahagia. Yang membedakan adalah siapa yang mau bangkit dan terus belajar.
Karena itu, sudah saatnya kita mulai membaca buku-buku tentang kegagalan, mendengar cerita-cerita jatuh bangun, dan merenungkan kegagalan kita sendiri. Bukan untuk meratapi, tetapi untuk memahami bahwa kesuksesan adalah hasil dari mereka yang tidak berhenti di tengah jalan kegagalan.