Oleh: Bilal
Di era digital yang penuh inovasi, kolaborasi menjadi napas utama dalam membangun berbagai proyek teknologi. Mahasiswa Teknik Informatika, pengembang aplikasi, hingga komunitas open source di GitHub, semua bergerak dalam ekosistem kerja sama yang kompleks.
Namun, jarang disadari bahwa bentuk kolaborasi ini bukan sekadar pembagian tugas, melainkan bagian dari praktik muamalah—interaksi sosial dan ekonomi yang diatur dalam Islam. Salah satu konsep penting dalam fikih muamalah adalah Syirkah, yakni akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk mencapai suatu tujuan usaha.
Dalam konteks startup digital, prinsip ini sangat relevan. Sayangnya, banyak kolaborasi di dunia teknologi yang berjalan tanpa kejelasan akad, pembagian hasil, atau peran masing-masing anggota tim. Ini bukan hanya berpotensi menimbulkan konflik, tetapi juga bisa menyalahi prinsip keadilan yang diajarkan Islam.
Memahami Syirkah dalam Dunia IT Syirkah berasal dari kata syarika yang berarti “bersekutu” atau “bermitra”. Dalam fikih, Syirkah terbagi menjadi beberapa jenis, yang dirujuk oleh para ulama seperti Imam Syafi’I dan Imam Hanbali:
- Syirkah Inan: Kerja sama dengan kontribusi modal atau tenaga yang tidak harus seimbang. Pembagian keuntungan didasarkan pada kesepakatan awal yang transparan, meskipun kontribusi bisa berbeda. Misalnya, jika satu pihak berkontribusi lebih banyak tenaga ahli dan pihak lain modal, persentase keuntungan yang adil harus disepakati di awal untuk mencerminkan proporsi risiko dan potensi keuntungan.
- Syirkah Abdan: Kerja sama berdasarkan keahlian atau jasa, di mana para pihak menggabungkan kemampuan profesional mereka.
- Syirkah Wujuh: Kerja sama dengan mengandalkan reputasi atau kredibilitas masing masing pihak untuk mendapatkan barang atau modal, kemudian hasilnya dibagi.
- Syirkah Mufawadhah: Kerja sama menyeluruh dalam semua aspek, di mana setiap mitra berkontribusi modal, tenaga, dan reputasi secara setara, serta bertanggung jawab penuh atas kerugian.
Contoh sederhana bisa kita temukan di kalangan mahasiswa. Misalnya, empat orang membentuk tim untuk membangun startup aplikasi keuangan pelajar. Satu orang fokus pada backend, satu frontend, satu desain UI/UX, dan satu lagi menangani promosi dan modal.
Mereka bekerja selama berbulan-bulan dan akhirnya mendapat pendanaan investor. Namun kemudian timbul pertanyaan: siapa yang berhak atas berapa persen dari hasil?
Tanpa akad Syirkah yang jelas sejak awal, pembagian keuntungan rawan diwarnai ego dan konflik. Padahal Islam menekankan kejelasan kesepakatan, baik dalam kontribusi maupun pembagian hasil.
Jika hal ini diatur sejak awal melalui akad Syirkah Inan, maka semua pihak akan memahami hak dan kewajibannya, sehingga kolaborasi menjadi adil dan berkah.
Implikasi hukum syariahnya, jika kesepakatan tidak jelas, potensi perselisihan akan terbuka lebar, dan masing-masing pihak tidak memiliki dasar kuat untuk menuntut haknya.
Ji'alah: Sayembara Digital dalam Perspektif Islam
Selain Syirkah, bentuk kerja sama lain yang relevan di dunia digital adalah Ji’alah, yaitu pemberian imbalan atas hasil pekerjaan tertentu, dengan sistem sayembara. Konsep ini sangat sering kita temui dalam:
- Lomba desain logo
- Bug bounty program
- Kompetisi software
- Tantangan AI
Misalnya, sebuah perusahaan menjanjikan Rp5 juta bagi siapa saja yang bisa menemukan bug
dalam sistem mereka. Ini adalah bentuk Ji’alah. Islam membolehkan praktik ini, selama syarat
kerja dan besaran imbalan disepakati secara transparan sejak awal.
Namun sayangnya, tidak sedikit yang menyalahgunakan sistem ini: peserta tidak diberi imbalan, atau syarat diubah sepihak setelah pekerjaan selesai.
Dalam Ji’alah, kejelasan adalah kunci. Jika peserta melaksanakan pekerjaan dengan baik dan sesuai syarat, maka penyelenggara wajib menunaikan haknya.
Ketidakpatuhan terhadap kesepakatan ini dapat dianggap sebagai pelanggaran akad yang berpotensi menimbulkan dosa dan ketidakberkahan.
Membangun Startup yang Halal dan Berkah Kini, kerja sama digital tak lagi dibatasi oleh dokumen fisik. Kesepakatan bisa terjadi lewat WhatsApp, Discord, atau GitHub. Meski demikian, prinsip-prinsip muamalah tetap harus dijunjung:
- Ijab qabul yang jelas, meski hanya melalui pesan digital. Untuk memastikan keabsahan dan kejelasan, disarankan untuk menggunakan fitur rekam jejak percakapan (chat history) atau fitur kutipan (quote) untuk merangkum poin-poin kesepakatan penting, atau bahkan mengonfirmasi kesepakatan dalam bentuk email formal sebagai arsip.
- Kesepakatan kontribusi dan hasil sebelum pekerjaan dimulai. Ini harus mencakup peran masing-masing, tanggung jawab, target, dan bagaimana keuntungan serta potensi kerugian akan dibagi.
- Amanah dan transparansi dalam setiap proses kerja. Ini termasuk keterbukaan informasi mengenai perkembangan proyek, keuangan, dan keputusan penting.
Islam tidak membatasi kreativitas di bidang teknologi. Justru, Islam mendorong inovasi yang dibingkai dengan nilai keadilan, kejelasan, dan keberkahan.
Dengan mengimplementasikan prinsip Syirkah dan Ji’alah secara tepat, kolaborasi teknologi tidak hanya berorientasi pada profit, tetapi juga pada nilai-nilai spiritual dan sosial.
Ketika startup dibangun dengan akad yang sah, dan hasil kerja dihargai secara adil, maka setiap baris kode yang ditulis, setiap desain yang dirancang, bahkan setiap proposal yang dikirim, menjadi bagian dari ibadah yang bernilai dunia akhirat.