Rupiah Terus Melemah Tembus Angka Rp 16.400 per Dollar AS

Gambar ilustrasi by AI


Jambinews.id - Dalam beberapa hari terakhir Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS terus melemah. Berdasarkan data Google Finance pada Selasa (18/6/2024), nilai tukar rupiah terhadap dollar AS kini berada pada angka Rp 16.410.

Dilansir Dari Kompas.com, Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Eddy Junarsin menuturkan, peningkatan kurs dollar AS ke rupiah akan lebih mengkhawatirkan jika melewati Rp 16.500. 


"Bahaya (kurs dollar AS ke rupiah) Rp 16.500 itu secara teknis dan ekonomis tidak apa-apa karena bisa menguat lagi. Namun secara psikologis berbahaya," ujarnya saat dikonfirmasi Kompas.com, Kamis (13/6/2024).


Jika mencapai angka itu, nilai tukar dollar AS terhadap rupiah akan lebih mudah naik melampaui Rp 16.500 dibandingkan sebelumnya.


Lantas, apa penyebab dollar AS terhadap rupiah terus meningkat?


Eddy menjelaskan, perubahan kurs mata uang merupakan hal alami.


Namun, ada beberapa faktor yang membuat nilai tukar rupiah tidak menguat signifikan terhadap dollar AS.


Seperti barang, permintaan mata uang yang tinggi akan membuat harganya naik. Sebaliknya, permintaan rendah menyebabkan harganya turun. 


Dia mencontohkan, suatu negara yang lebih banyak eskpor barang ke luar negeri akan membuat pasar meminta lebih banyak mata uang negara tersebut. 


Akibatnya, harga uang meningkat sehingga kurs mata uangnya menjadi lebih rendah.


Menurutnya, kondisi tersebut saat ini sedang dialami Indonesia. Sangat Rendah Ia menuturkan, Indonesia banyak mendapatkan keuntungan perdagangan dari barang ekspor. 


Dengan begitu, nilai tukar rupiah rupiah terhadap dollar AS seharusnya menguat. 


Akan tetapi, ada faktor lain yang memengaruhi nilai tukar rupiah dengan dollar AS, misalnya perbedaan suku bunga antarkedua negara. 


Negara yang memiliki suku bunga lebih tinggi akan membuat mata uang menjadi merosot. Suku bunga adalah harga yang dibayarkan bank kepada nasabah yang menyimpan uang di bank tersebut. 


Karena Indonesia saat ini memiliki suku bunga sekitar 6 persen, sedangkan AS 5,5 persen, hal ini membuat kurs dollar AS menjadi lebih tinggi daripada rupiah.


Selain faktor teknis, seperti perdagangan, inflasi, dan suku bunga, Eddy mengungkapkan bahwa kondisi suatu negara juga berpengaruh pada nilai tukar mata uangnya. Kondisi ini meliputi pertumbuhan ekonomi, politik, atau kestabilitasan di dalam negara tersebut. 


Meski kondisi Indonesia saat ini cukup stabil, tetapi keamanan global juga berperan. Apalagi, perang Rusia-Ukraina dan Israel-Hamas saat ini masih terus berlangsung. 


Eddy mengungkapkan, nilai tukar rupiah yang melemah hingga Rp 16.500 akan menganggu anggaran negara. Pasalnya, ada penerimaan atau pengeluaran yang menggunakan uang dollar AS. 


"Kalau mata uang lain menjadi mahal atau rupiah terdeviasi, kita harus bayar semakin mahal. Padahal, yang diasumsikan di APBN lebih sedikit. Anggarannya terpaksa direvisi karena lebih mahal," jelasnya. 


Selain itu, peningkatan nilai dollar AS membuat pembayaran utang negara yang menggunakan mata uang dollar menjadi lebih besar daripada jumlah utang aslinya.