Jambinews.id - Jakarta - Hamdi Zakaria, A.Md, Ketua Umum Tim Masyarakat Pemerhati Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia (TMPLHK) Indonesia, secara resmi melaporkan sejumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit dan pertambangan batubara yang beroperasi di Provinsi Jambi ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Laporan tersebut berkaitan dengan dugaan perusakan hutan konservasi, pelanggaran garis sempadan sungai, serta pencemaran lingkungan.
Kepada media, Hamdi Zakaria, A.Md menyampaikan bahwa kedatangannya ke Jakarta bertujuan untuk menyerahkan langsung laporan hasil temuan tim TMPLHK Indonesia kepada sejumlah institusi negara.
“Menurut Hamdi Zakaria, A.Md kepada media, kedatangan ke Jakarta, untuk mengunjungi Kementrian ESDM, Kementrian LHK, KPK dan Mabes Polri, guna mengantarkan laporan temuan tim kami di Provinsi Jambi,” ungkap Hamdi Zakaria, A.Md.
Saat ditemui di depan Gedung Gakkum KLHK, Jakarta Selatan, Hamdi Zakaria, A.Md kembali menegaskan bahwa dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tersebut merupakan persoalan hukum yang sangat serius.
“Menurut Hamdi Zakaria, A.Md, terkait perusakan hutan konservasi, termasuk garis maya len sempadan sungai, oleh perusahaan perkebunan dan pertambangan, merupakan tindak pidana serius yang dapat dikenai sanksi pidana penjara, denda administratif yang besar, hingga pencabutan izin usaha,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Hamdi Zakaria, A.Md memaparkan bahwa terdapat sejumlah dasar hukum yang mengatur sanksi tegas terhadap perusahaan yang terbukti merusak hutan dan lingkungan. Di antaranya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, khususnya Pasal 50 dan ketentuan pidana dalam Pasal 78 yang mengatur tindak pidana perusakan hutan.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H) juga secara khusus mengatur penindakan terhadap perusakan hutan yang dilakukan secara terorganisir, baik oleh pelaku langsung maupun tidak langsung.
Dalam sektor pertambangan, Hamdi Zakaria, A.Md mengacu pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Pada Pasal 158, undang-undang tersebut mengancam penambangan tanpa izin dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda hingga Rp100 miliar.
Sanksi administratif juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021, yang meliputi penghentian sementara kegiatan usaha, denda administratif yang dapat mencapai miliaran rupiah per hektare, pencabutan perizinan berusaha, hingga paksaan pemerintah. Sementara itu, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) mengatur tanggung jawab pidana dan perdata atas pencemaran serta perusakan lingkungan hidup.
“Jadi kata Hamdi Zakaria, A.Md, pihak yang Berhak Memberi Sanksi,” meliputi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang berwenang menjatuhkan sanksi administratif, aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan penyidik KLHK yang berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan, serta pengadilan yang berhak menjatuhkan sanksi pidana berupa penjara dan denda berdasarkan putusan hakim.
Hamdi Zakaria, A.Md juga menegaskan bahwa pelaporan oleh masyarakat memiliki dasar hukum yang jelas dan kuat. Masyarakat dapat menyampaikan laporan dugaan perusakan lingkungan melalui KLHK, baik secara langsung maupun melalui sistem pengaduan online SP4N-LAPOR!, kepada Dinas Lingkungan Hidup di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, serta kepada Kepolisian Republik Indonesia melalui unit reserse kriminal khusus.
“Hamdi juga katakan, ada Dasar Hukum Laporan Masyarakat,” antara lain Pasal 70 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH yang memberikan hak kepada setiap orang untuk melakukan pengawasan sosial dan melaporkan dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, serta ketentuan dalam KUHAP terkait pembuatan laporan polisi sebagai dasar penyelidikan.
“Dengan dasar inilah kami dari TMPLHK Indonesia, membuat laporan kepada pihak Kementrian juga Mabes Polri, guna melindungi keasrian alam Jambi, yang telah terlanjur dirusak oleh beberapa, korporat yang ada di Provinsi Jambi,” tutup Hamdi Zakaria, A.Md. (Ardani Zaidan)
